BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori
1. Hakekat
Latar belakang Ekonomi Orang tua
Latar
belakang adalah hal-hal yang mempengaruhi terhadap seseorang dari dalam
ataupun dari luar baik bersifat positif maupun bersifat negatif ”[1].
Latar belakang kemampuan adalah hal yang mempengaruhi kecakpan atau potensi menguasai sesuatu
keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau dilakukan keahlian tersebut
didapat dari latihan atau dikerjakan atau digunakan untuk mengerjakan sesuatu
yang diwujudkan melalui tindakannya sesuai dengan pendapat pakar .
Menurut Caplin ”Ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, ketangkasan, bakat,
kesanggupan)merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan sesuatu perbuatan”,
kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil
latihan”[2]
Adapun latar belakang akan dilihat dari segi
kemampuan orang tua dalam ekonomi terutamanya kecakapan dalam mendidik anaknya
sehingga menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsanya dan ini adalah
faktor terpenting dari keluarga atau ekonomi yang akan mendfaktor terpenting
dari keluarga atau ekonomi yang akan mendorong terus anak atau siswa hingga
mampu berkiprah lebih banyak dan lebih kuat di luar sana sehingga apa yang
dicita-citakan oleh semua pihak terumata orang tua dengan kemampuan orang tua
yang dapat diandalkan maka anak akan menjadi orang besar nantinya.
Menurut Keit
Davis dalam bungkunya Mangkunegara secara psikologis ”kemampuan (ability) yang terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge and skill),
artinya seseorang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka
akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal.”[3]
Perhatian orang tua terhadap anaknya tentang masalah
pendidikan adalah merupakan bagian dari tanggungjawabnya yang utama, selain
membesarkan anaknya untuk menuju kedewasaan dan untuk dapat hidup secara
mandiri. Anak sepenuhnya tergantung dari perhatian orang tua, baik dalam
masalah biaya pendidikan, pembinaan watak dan mental sampai kepada masalah
bagaimana seorang anak dapat melaksanakan proses pendidikan secara baik hingga
mendapatkan prestasi yang gemilang, dengan dorongan dari ekonomi orang tua yang
mapan atau yang menunjang, hal ini akan terlihat dengan jelas kemampuan ekonomi
orang tua sangat berpengaruh besar dalam mendorong motivasi anak atau siswa
dalam melakukan belajar, sehingga dorongan yang dilakukan akan kuat sekali
mempengaruhi individu ataupun orang lain, karena motivasi yang ada akan
mengalahkan hal-hal yang bertentangan dengan hati atau kenyataan.
M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa bentuk perhatian
orangtua dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut :
”Orangtua bertanggungjawab
penuh atas pemeliharaan anaknya sejak dilahirkan, bagaimana seharusnya
anak-anak itu berbuat, bertingkah laku, berkata-kata dan sebagainya, terutama
bergantung kepada keteladanan dan pendidikan yang dilakukan oleh keluarganya.
Anak itu akan berkelakuan baik, jujur, sabar, suka menolong, ataukah menjadi
curang, pemarah, asosial, dan sebagainya, terutama adalah tanggungjawab
orangtua dalam memberi pendidikan anak-anaknya. Tentu saja disamping pendidikan
watak, orangtua juga membeikan pelajaran-pelajaran atau kepandaian-kepandaian
meskipun secara sederhana.” [4]
Bahwa kemampuan ekonomi orang tua adalah wujud dari perhatian orangtua terhadap
anak dapat berupa perhatian yang meliputi pembinaan kepribadian, mental, watak,
dan akhlak juga pembinaan pelajaran-pelajaran tertentu yang diperlukan oleh
anak baik di sekolah maupun dalam kehidupannya.
Hal tersebut harus terus menerus diarahkan kepada anak,
agar terjadi keseimbangan antara perkembangan potensi akademik dan intelegensi
dengan mental spiritual, tujuan
perhatian orang tua dalam kehidupan setiap orangtua pasti akan memiliki tujuan
masing-masing, begitu juga dalam kegiatan atau kesibukan tentunya memiliki
tujuan dan harapan. Semua itu dapat diraih melalui proses keberhasilan atau
prestasi anaknya memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang, mulai sejak
lahir hingga akan nampak keberhasilan orangtua dalam memperhatikan anaknya
setelah anak dalam kehidupan keluarga mampu hidup mandiri tidak bergantung lagi
kepada orangtua.
Kemampuan ekonomi orang tua pada umumnya mendorong tujuan
orangtua mendidik anak diantaranya adalah agar anak memperoleh prestasi yang
baik disekolahnya, lulus dengan nilai yang memuaskan, dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mampu hidup mandiri, menjadi orang
yang berguna di masyarakat, memiliki tingkah laku yang baik, dan sebagainya. Semua
itu akan terwujud apabila orangtua memperhatikan aturan-aturan pendidikan dalam
lingkungan keluarga berdasarkan ilmu pendidikan.
Berkaitan dengan hal ini M. Ngalim Purwanto menyebutkan
beberapa petunjuk yang harus diperhatikan kemampuan ekonomi orang tua yaitu
sebagai berikut :
1) orangtua harus dapat
menciptakan suasana yang baik dalam lingkungan keluarga, 2) orangtua harus
menentukan tiap-tiap anggota keluarga agar belajar berpegang kepada hak dan
kewajiban masing-masing, 3) orangtua harus mengetahui tabiat dan watak anaknya,
4) orangtua harus dapat menghindarkan sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan
jiwa anak, 5) orangtua harus berusaha membiarkan anaknya bergaul dengan
temannya diluar lingkungan keluarga.[5]
Pentingnya perhatian orang tua terhadap motivasi belajar
anaknya atau siswa hal tersebut dapat menopang gerak laju siswa terhadap mata
pelajaran yang dihadapi serta da suatu dorongan yang baik untuk perkembangan
siswa atau peserta didik lebih jelasnya kita sering melihat perbedaan siswa
yang diperhatikan oleh orang tuanya dengan yang orang tuanya tidak peduli
dengan anak-anaknya atau peserta didik. pada hakikatnya perhatian orangtua
dalam mengontrol perilaku anak diimplementasikan melalui penerapan disiplin
terhadap anak-anaknya dan banyak metode untuk untuk memotivasi blajar siswa
sehingga dapat mencapai hsil yang memuaskan. Ada tiga metode penerapan disiplin
dari orangtua kepada anak, yaitu outhoritarian (otoriter), democratic dan
permissive.
Harlock dalam Thomas Amstrong menjelaskan bahwa : Disiplin outhoritarian
(otoriter). Disiplin ini selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan
eksternal dalam bentuk hukuman terutama hukuman badan. Disiplin otoriter mempunyai
ciri-ciri ; (a) orangtua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak, tanpa
memberikan penjelasan tentang alasannya, (b) apabila anak melanggar ketentuan
yang telah digariskan anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan alasan atau
penjelasan sebelum hukuman diterima anak, (c) pada umumnya hukuman berujud
hukuman badan (corporal) dan (d) orangtua tidak atau jarang memberikan hadiah
baik yang berwujud kata-kata ataupun bentuk lain apabila anak berbuat sesuai
dengan harapan orangtua.
Disiplin demokratis
menekankan penggunaan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak
mengerti mengapa prilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek
edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin ini mempunyai
ciri-ciri; (a) apabila anak harus melakukan sesuatu aktivitas, orangtua
memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut dilaksanakan, (b) anak
diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar,
sebelum menerima hukuman, (c) hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatannya
dan berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya, dan (d) hadiah
atau pujian diberikan oleh orang tua untuk prilaku yang diharapkan.
Disiplin permissive
sebetulnya berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin. Biasanya disiplin
permisif tidak membimbing anak ke pola prilaku yang yang disetujui secara
sosial dan tidak menggunakan hukuman. Lebih lanjut Hurlock berpendapat bahwa disiplin permisif mempunyai
ciri-ciri ; (a) tidak ada aturan yang diberikan oleh orang tua, anak
diperkenankan berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkan anak (b) tidak ada
hukuman, karena tidak ada ketentuan atau peraturan yang dilanggar (c) ada
anggapan bahwa anak akan belajar dari akibat tindakannya yang sudah, dan (d)
tidak ada hadiah karena social approval akan menjadi hadiah yang memuaskan. [6]
Bahwa ada tiga metode penerapan disiplin yang dipakai
orangtua pada anak, yaitu otoriter, demokratis dan permissive. Jenis-jenis
disiplin yang diterapkan orangtua terhadap anak-anaknya itu diantaranya adalah
:
Disiplin Otoriter adalah berpengaruh buruk pada prilaku anak, ada
bukti-bukti bahwa dalam bentuk yang kurang keras, disiplin otoriter menunjang
sosialisasi anak. Ini dapat terjadi karena anak yang dikendalikan orangtua
dengan keras, dapat belajar bersikap dengan cara yang disetujui sosial.
Dengan demikian tujuan orangtua dengan menerapkan disiplin
otoriter adalah agar anak mampu bersikap sesuai dengan cara yang disetujuai
social lingkungannya. Disiplin Demokratis yaitu lebih menggunakan penjelasan, diskusi
dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu
diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif daripada aspek
hukumannya. Hukuman biasanya tak pernah keras
dan tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat
bukti bahwa anak-anak secara sadar melolak melakukan apa yang diharapkan
mereka. Bila perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan, orangtua yang
demokratis akan menghargainya dengan pujian atau pernyataan persetujuan yang
lain.
Pada intinya disiplin demokratis ini, bertujuan mengajar
anak mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan
melakukan apa yang
benar, meskipun tidak
ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman bila mereka melakukan
sesuatu yang tidak dibenarkan. Pengendalian internal atas perilaku ini adalah
hasil usaha mendidik anak untuk berperilaku menurut cara yang benar dengan
memberi mereka penghargaan.
Disiplin Permissive adalah bila dilihat sekilas amat
menyenangkan karena memberi kebebasan yang seluas-luasnya pada anak, namun
akibat dari disiplin yang permissive ini menjadikan anak mengekspresikan
keinginannya tanpa mempertimbangkan efek perilakunya. Disiplin ini banyak
diinginkan oleh anak, sebab bimbingan dari orang tua sangat dibutuhkan bagi
mereka, bukan sebaliknya tanpa adanya nasehat.
Menurut
Walgito bahwa :
Dalam disiplin permisif
(serba boleh), karena tidak ada kontrol dari orangtua, anak dapat berbuat
sekehendak hatinya, maka anak kurang respek kepada orangtua, kurang menghargai
apa yang telah diperbuat orangtua untuknya, karena tidak adanya pengarahan atau
informasi dari orangtua maka, anak tidak mengerti mana yang sebaiknya
dikerjakan dan mana yang sebaliknya ditinggalkan. Anak kurang mempunyai
tanggungjawab, dan dalam masyarakat anak sering berbuat hal-hal yang sebenarnya
tidak dapat dibenarkan karena dalam keluarga tidak ada ketentuan bagi anak,
maka anak berbuat sekehendak hatinya, prilakunya sering melanggar peraturan
yang telah ditentukan masyarakat.[7]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan anak
dalam hubungannya dengan disiplin juga membawa konsekuensi adanya perubahan
disiplin secara alamiah, yaitu dari bentuk pengawasan yang kaku ke bentuk
bimbingan. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan dengan paksa, tetapi harus dilakukan
dengan sabar dan berangsur-angsur yaitu dari bentuk pengawasan ke bentuk
bimbingan dan pengarahan. Hal ini nampaknya sulit bagi sebagian besar orang tua
untuk melakukannya. Orangtua pada umumnya cenderung mencoba mempertahankan
pengawasan yang kaku dan teliti lebih lama lagi, atau mereka menyerahkan
persoalan ini sepenuhnya kepada remaja dan membiarkannya sehingga remaja itu
berjalan menurut caranya sendiri tanpa pengarahan maupun nasehat.
Bahwa kemampuan ekonomi orang tua terhadap perkembangan belajar anak sangat
besar. Orangtua adalah orang pertama dalam khidupan anak, tempat ia belajar dan
menyatakan diri sebagai manusia social di dalam hubungan interaksi dengan
kelompoknya. Peranan orangtua di dalam keluarga telah membantu anak untuk
pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-keingainan orang lain, belajar
bekerja sama, bantu membantu, dengan kata lain anak pertama-tama belajar
memegang peranan sebagai mahluk sosial yang memiliki norma-norma dan
kecakapan-kecakapan tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain.
Kemampuan orang tua secara
sosio-ekonomi juga mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anaknya. Dengan
ekonomi keluarga yang cukup dimungkinkan anak akan mampu mengembangkan
potensinya secara luas sebab anak akan memperoleh kesempatan yang lebih luas
untuk memperkembangkan bermaca-macam kecakapan yang tidak dapat ia
perkembangkan apabila tidak alat-alatnya.
Berkaitan dengan hal di atas W.A.
Gerungan menjelaskan bahwa, ” Orangtua dapat mencurahkan perhatian yang lebih
mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara
kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia.”[8]
Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa secara umum latar belakang kemampuan ekonomi dapat mempermudah
mengembangkan potensi anak. Tetapi walaupun demikian hal itu bukan latar
belakang mutlak dalam perkembangan anak sebab hal itu kembali tergantuing
kepada sikap-sikap orangtua dan bagaimana corak interaksi di dalam keluarga
itu. Walaupun status ekonomi orangtua memuaskan tetapi apabila mereka itu tidak
memperhatikan pendidikan anak-anaknya atau senantiasa cekcok hal itu juga tidak
akan menguntungkan perkembangan sosial anak-anaknya. Selain itu, perkembangan
anak juga sangat ditentukan oleh sikap-sikap anak itu sendiri terhadap
keluarganya.
Mengenai latar belakang yang
mempengaruhi perkembangan anak, W.A. Gerungan menjelaskan bahwa,” Mungkin sekali status sosio-ekonomi orangtua
mencukupi serta corak interaksi sosial di rumahpun tiada kekurangan, namun anak
itu berkembang dengan tidak wajar.”[9]
Mengenai latar belakang yang mempengaruhi perkembangan
anak, W.A. Gerungan menjelaskan bahwa,” Mungkin
sekali status sosio-ekonomi orangtua mencukupi serta corak interaksi sosial di
rumahpun tiada kekurangan, namun anak itu berkembang dengan tidak wajar.”[10]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik-buruknya
perkembangan seseorang tidak mesti dipengaruhi oleh status ekonomi orangtua
yang berkecukupan tetapi sangat dipengaruhi oleh saling pengaruh dari banyak latar
belakang di luar diri anak sehingga tidak mudah untuk menentukan latar belakang
manakah
yang menyebabkan kesulitan
dalam perkembangan belajar anak yang pada akhirnya kemungkinan akan
mengalami kegagalan.
Sebuah hasil penelitian yang membandingkan anak dari
keluarga tidak mampu dengan keluarga mampu yang dilakukan Prestel dalam
W.A.Gerungan menemukan kesimpulan bahwa
” Prestasi anak-anak dari
keluarga yang rendah status ekonominya pada akhir kelas pertama lebih tinggi
daripada prestasi anak-anak dari keluarga yang status sosio-ekonominya
mencukupi.”[11]
Bahwa kemampuan ekonomi orang tua artinya
status ekonomi keluarga yang berkecukupan bukan jaminan bahwa anaknya
dapat berprestasi dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan
orangtua dalam perkembangan anak-anaknya adalah tergantung bagaimana orangtua
tersebut memberikan pendampingan selama masa perkembangan, sehingga
anak-anaknya tidak mengalami kegagalan dalam proses perkembangannya. orangtua
tersebut memberikan pendampingan selama masa perkembangan, sehingga
anak-anaknya tidak mengalami kegagalan dalam proses perkembangannya.
Belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak
terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-latar
belakang pendukung pemahaman yang mempengaruhi warga. Faktor-latar belakang ini
umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu latar belakang intern dan latar
belakang ekstern. Latar belakang intern berhubungan dengan segala sesuatu yang
ada pada diri individu yang menunjang pemahaman , seperti inteligensi, bakat,
kemampuan motorik pancaindra, dan skema berpikir. Latar belakang ekstern
merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri warga yaitu lingkungannya yang mengkondisikannya dalam pemahaman,
seperti pengalaman, lingkungan sosial, lingkungan budayanya . Keberhasilannya
mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar
dalam mencapai tahap selanjutnya, Secara umum warma masyarakat di Indonesia
ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran
yang telah ditentukan di dalam kurikulum.
“Menurut Soemanto bahwa tingkah laku kognitif
merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku
terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap
hubungan yang ada dalam situasi”. [12]
Menurut Monks dan Knoers
Dalam kognisi terjadi proses berpikir
dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan, dan memproduksi
pengetahuan.[13]
Maka penulis
berpendapat bahwa kemampuan ekonomi orang tua adalah ”kemampuan atau kecakapan orang
tua dalam mendidik anak yang dilihat dari sisi ekonomi untuk mendorong anaknya agar belajar belajar secara
formal ataupun informal”
2.
Hakekat Motivasi Belajar Anak.
Menurut para ahli
, motivasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Movere yang berarti to move. To move artinya
menggerakkan, dorongan atau gejolak. Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi
berasal dari kata motif.
Pengertian motif telah dikemukakan oleh
para ahli , diantaranya ialah :
a.
Motif adalah dasar / alasan / latar
belakang / dorongan.
b.
Motif adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk
bertindak melakukan sesuatu.
c.
Motif adalah daya penggerak dari dalam dan dari luar
subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai tujuan.
d.
Motif adalah sebab-sebab yang menjadi dorongan atau
tindakan seseorang melakukan sesuatu.”[14]
Sedangkan pengertian Motivasi adalah sebagai
berikut ;
a.
Motivasi
ialah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan.
b.
Motivasi
ialah usaha untuk membangkitkan keinginan seseorang atau kelompok agar orang
atau kelompok itu berbuat sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki.
c.
Motivasi
ialah daya gerak yang telah aktif
d.
Motivasi
ialah proses-proses dalam yang menentukan gerak atau tingkah laku individu atau
kelompok kepada tujuan-tujuan.
e.
Motivasi
ialah setiap perasaan atau keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan orang,
sehingga individu/kelompok didorong untuk bertindak.”[15]
Selanjutnya adalah tujuan motivasi adalah :
a.
“Untuk
memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok agar berbuat sesuatu dalam
rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan.
b.
Untuk
membangkitkan keinginan seseorang atau kelompok agar orang itu berbuat sesuatu
sesuai dengan yang dikehendaki.”[16]
Manusia sebagai
mahluk yang dinamis yang perlu didorong, diarahkan dan diseleksi segala
aktifitas supaya dapat mencapai tujuan.Untuk melakukan hal tersebut diatas
dilaksanakan kegiatan motivasi. Jadi dapat disebutkan fungsi dari pada
motivasi ialah ;
a.
“Sebagai pendorong manusia berbuat
Tidak
semua manusia mau melakukan aktifitas, walaupun aktifitas tersebut sangat
bermanfaat bagi dirinya. Untuk itu manusia tersebut perlu dimotivasi agar ia
mau melakukan aktifitas tersebut
b.
Sebagai penentu arah perbuatan
Banyak
orang melakukan aktifitas, tetapi tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Hal
ini karena aktifitas yang dilakukan tidak terarah, untuk mengarahkannya
diperlukan motivasi. Sebagai penentu arah motivasi dapat menjadikan suatu
aktivitas lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan lebih mudah tercapai.
c.
Sebagai penyeleksi perbuatan
Terlalu
banyak aktivitas terkadang membuat seseorang sulit untuk menentukan aktivitas
mana yang harus dilaksanakan yang sesuai dengan tujuan. Untuk itu dilakukan
motivasi, agar orang tersebut dapat melakukan aktivitas mana yang dapat
mencapai tujuan, dan aktivitas mana yang kurang menunjang tercapai tujuan.”[17]
Ada beberapa prinsip motivasi yang perlu
diperhatikan oleh motivator yaitu :”
a.
Motivasi harus terencana
b.
Motivasi
harus jelas tujuan dan sasarannya
c.
Motivasi harus sesuai dengan kebutuhan/kepentingan
sasarannya
d.
Motivasi tidak boleh menyinggung perasaan
e.
Motivasi tidak boleh dilaksanakan dengan paksaan atau
menakut
Hakikat
dari pendidikan yang hendak dicapai setiap pendidik adalah membina anak didik
untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang merupakan individu dalam
perwujudan diri dan potensi sepenuhnya mampu memberikan sumbangan yang berarti
bagi kemajuan dan pembangunan masyarakat.
Sebagai
implikasi dari hal tersebut diatas , maka tanggung jawab guru yang memang tidak
ringan menjadi semakin berat dan kompleks, artinya tanggung jawab guru tidak
lagi hanya terbatas pada penyampaian materi kurikulum semata, melainkan jauh
lebih luas lagi, yaitu tugas dan tanggung jawab guru meliputi pembentukan watak
anak didik dalam mengembangkan sikap-sikap, nilai-nilai, dan perilaku
sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakatnya dan menjamin kesehatan mentalnya
Untuk melaksanakan tugasnya maka seorang
guru agar mampu berkiprah secara mantap dalam profesinya diperlukan suatu
prasyarat utama, yaitu adanya hubungan yang efektif antara guru dan siswanya.
Guru dalam hal ini mutlak perlu memiliki keterampilan berkomunikasi agar dapat
menjalin hubungan yang positif dengan siswanya. Kualitas dari hubungan antara
guru dengan siswanya sangatlah menentukan keberhasilan guru dalam mengajar dan
membimbing siswa, dan kebutuhan-kebutuhan siswa juga dihargai oleh guru. Tidak
disangsikan lagi semua pendidik tentunya menginginkan anak didiknya tumbuh
menjadi warga
Negara yang mampu, mandiri, dan bertanggung jawab.Untuk itu
guru dapat menciptakan hubungan yang konstruktif dan berdaya guna dengan
siswanya, antara lain seperti ; hubungan yang mampu menumbuhkembangkan rasa
tanggung jawab, artinya siswa dapat belajar melaksanakan dengan baik
tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya, selain itu siswa belajar menentukan
sendiri, mengendalikan sendiri, dan menilai diri sendiri. Sesuai pengertian
guru menurut W.P.Napitupulu yaitu ;
“ Guru adalah
semua tenaga kependidikan yang menyelenggarakan tugas-tugas pembelajaran di
kelas untuk beberapa mata pelejaran, termasuk praktik atau seni vokasional pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah (elementary and secondary level).
Istilah guru juga mencakup individu-individu yang melakukan tugas bimbingan dan
konseling, supervisi pembelajaran di institusi pendidikan atau sekolah-sekolah
negeri atau swasta, teknisi sekolah, administrator sekolah, dan tenaga layanan
Bantu sekolah (supporting staf) untuk urusan-urusan administrative. Guru
juga bermakna lulusan pendidikan yang telah lulusan ujian Negara (Government
Examination) untuk menjadi guru, meskipun secara actual belum bekerja
sebagai guru.” [18]
Sedangkan pengertian Guru/Pendidik
menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :
“Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya , serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.”[19]
Dalam
pelaksanaannya guru harus mampu mendengarkan siswa secara aktif artinya guru
memberikan kesempatan kepada siswa, bahkan merangsang
siswa
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, pertimbangan dan penalarannya, dan
guru berusaha untuk memahami tanpa memberikan penilaian terlebih dahulu, serta
menunjukkan kepada siswa bahwa guru menerima siswa sebagaimana adanya dan
menghargai eksistensi dan pendapatnya. Hal ini perlu kita kaji dan kita
perhitungkan karena seseorang cenderung untuk berperilaku sebagaimana
lingkungan melihat dan mengharapkan ia berperilaku. Apalagi kita melihat bahkan
mencap seseorang itu sebagai orang tidak disiplin, maka akhirnya ia akan
berperilaku tidak disiplin.
Guru sebagai pegerak motivasi yaitu memiliki
berbagai tanggung jawab dan tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan
tuntutan profesi guru[20].Tugas
utama dan terpenting yang menjadi tanggung jawab seorang guru adalah memajukan,
merangsang dan membimbing pelajar dalam proses belajar. Segala usaha kearah itu
harus dirancang dan dilaksanakan. Guru yang berkesan dalam menjalankan tugasnya
adalah guru yang berjaya menjadikan pelajarnya bermotivasi dalam pelajaran.
Oleh itu untuk keberkesanan dalam pengajaran, guru harus berusaha memahami
makna motivasi belajar itu sendiri dan mengembangkan serta menggerakkan
motivasi pemberlajaran pelajar itu ke tahap yang maksimum.
Guru dapat memahami motivasi belajar jika
sewaktu mengajar dia dapat melaksanakan langkah-langkah seperti berikut mengenal
pasti tingkat kecerdasan para pelajar, melaksanakan
teknik memotivasi pelajar, merumuskan
tujuan belajar dan mengaitkan tujuan itu dengan keperluan dan minat pelajar, menerapkan kemahiran bertanya kepada pelajar, melaksanakan aktiviti pengajaran dengan
urutan yang sistematik, melaksanakan penilaian diagnostik dan melaksanakan
komunikasi interpersonal.
Memotivasi
pelajar merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang
guru dalam pengajaran dan pembelajaran. Jika guru telah berjaya membangun
motivasi pelajar semasa pengajaran dan pembelajaran bermakna guru itu telah
berjaya mengajar. Namun pekerjaan ini tidaklah mudah. Memotivasi pelajar tidak
hanya menggerakkan pelajar agar aktif dalam pelajaran, tetapi juga mengarahkan
dan menjadikan pelajar terdorong untuk belajar secara terus menerus, walaupun
dia berada di luar kelas ataupun setelah meninggalkan sekolah.
Untuk
meyakinkan diri kita bahawa memotivasi pelajar dalam belajar merupakan tugas
guru dan berkewajiban pula melaksanakannya, maka pendekatan Behavioristik perlu
kita jadikan pedoman dalam mengajar. Para pakar Behavioristik mengemukakan
bahawa motivasi ditentukan oleh persekitaran. guru merupakan persekitaran yang
sangat berperanan di dalam proses belajar. Oleh kerana itu, meningkatkan
motivasi pelajar dalam pelajaran merupakan tugas yang sangat penting bagi guru.
Mengapa
usaha memotivasi pelajar itu sangat penting bagi guru, sebagian guru mungkin beranggapan bahawa tugas
mereka sebagai guru hanyalah mengajar sahaja, bukan menimbulkan minat pelajar
terhadap apa yang mereka ajarkan. Guru seperti ini mengajar di dalam kelas
semata-mata hanya untuk menuangkan bahan pelajaran kepada pelajar. Mereka kurang
peduli dengan isi pelajaran yang mereka ajarkan atau yang mereka terangkan itu
dapat diterima oleh pelajar untuk dijadikan pengetahuan atau tidak. Mereka
tidak memperhatikan apakah bahan yang mereka ajarkan itu bermanfaat dan
mempengaruhi tingkah laku atau perkembangan pelajar ke arah yang positif.
Guru-guru seperti ini tidak menyedari bahawa pelajar-pelajar yang tidak
berminat tidak akan dapat menerima pelajaran dengan baik.
Pelajar
yang tidak berminat terhadap apa yang diajarkan oleh guru tetapi dia diharuskan
mempelajarinya, dapat menimbulkan suatu perasaan benci terhadap mata pelajaran
itu, bahkan untuk selanjutnya pelajar itu tidak akan ingin pernah
mempelajarinya. Di dalam kelas yang kita ajar mungkin kita akan mendengar
pelajar berkata, "Saya tidak mampu belajar Bahasa Inggeris" atau
"Saya tidak dapat belajar matematik." Jika kita teliti
permasalahannya, bukan kerana kedua-dua mata pelajaran tersebut sukar atau
tidak menyenangkan, tetapi kerana guru
kedua-dua mata pelajaran itu tidak menggunakan strategi yang berkesan, sehingga
pelajar tidak tertarik untuk mempelajarinya. Pelajar tidak bermotivasi, malahan
merasakan mata pelajaran tersebut menjadi menyiksa mereka. Guru seharusnya
menggunakan masa yang banyak sewaktu mengajar untuk memotivasi
pelajar-pelajarnya. Pelajar yang termotivasi dengan baik dalam pelajaran akan
melakukan lebih banyak aktiviti dan lebih cepat belajar jika dibandingkan
dengan pelajar yang kurang atau tidak termotivasi semasa belajar. Ini
memandangkan, jika guru dapat membangunkan motivasi pelajar terhadap pelajaran
yang diajar maka diharapkan pelajar akan sentiasa meminati mata pelajaran
tersebut.
Sesungguhnya
usaha memotivasi pelajar dalam pendidikan adalah merupakan suatu proses (1)
membimbing pelajar untuk memasuki pelbagai pengalaman yakni proses belajar
sedang berlangsung; (2) proses menimbulkan semangat dan keaktifan pada diri
pelajar sehingga dia benar-benar bersedia untuk belajar; dan (3) proses yang
menyebabkan perhatian pelajar tertumpu kepada satu arah atau tujuan pada satu
masa, yaitu tujuan belajar.[21]
Situasi
kelas yang baik akan memotivasi serta dapat mempengaruhi sikap belajar dan tingkah laku siswa dalam pembelajaran. Siswa yang
termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai tugas yang diberikan guru serta yang sedang mereka
kerjakan, hal ini menunjukkan ketekunan
yang tinggi, serta aktiviti belajar
mereka pun akan lebih banyak. Di samping keterlibatan mereka dalam belajar
lebih besar, mereka juga kurang menyukai tingkah laku yang negatif yang dapat menimbulkan
masalah disiplin dalam belajar.
Oleh
kerana itu, dalam upaya menjaga dan meningkatkan motivasi belajar siswa mesti dipertimbangkan dan hal ini bermakna
meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga apa yang diharapkan semua pihak
dapat tercapai dengan baik.
Tujuan
jangka panjang dalam membangun dan mengembangkan motivasi siswa dalam belajar
adalah terbentuknya motivasi sendiri. sebagai guru ingin agar siswa selalu
terdorong untuk mengembangkan minatnya untuk belajar walau di mana pun dia
berada. Semua pihak berharap agar para
siswa yang ada dilingkungan sekolah sentiasa ingin menimba pelbagai ilmu
pengetahuan walaupun mereka telah lepas dari bimbingan kita. Tujuan pendidikan
yang paling utama adalah untuk membangkitkan dalam diri pelajar suatu motivasi
yang kuat dan terus menerus untuk belajar. Hal ini akan menjadi suatu
kecenderungan dan kebiasaan dalam melakukan proses belajar selanjutnya.
Yang
menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana caranya kita semasa melakukan
pelbagai usaha untuk membangun dan mengembangkan motivasi pelajar semasa
belajar, Para pakar Humanistik, misalnya
Carl Rogers, seorang pakar psikologi
mengemukakan bahawa pada dasarnya di dalam diri setiap manusia ada keinginan
yang sangat kuat untuk belajar yang bersifat semula jadi[22].
Jadi, di dalam diri pelajar keinginan itu sudah
ada. Guru hanya mengembangkan atau memupuk keinginan itu sehingga keinginan
belajar itu dapat direalisasikan dalam bentuk prestasi yang maksimum. Para
pakar Behavioristk pula, misalnya B.F. Skinner, seorang pakar pendidikan
mengemukakan bahawa motivasi pelajar sangat ditentukan oleh persekitarannya.
Pelajar akan termotivasi semasa belajar jika persekitaran belajar dapat
memberikan rangsangan sehingga pelajar tertarik untuk belajar. Guru harus
mengatur persekitaran atau suasana belajar secara bijaksana sehingga pelajar
termotivasi untuk belajar.
Dalam
proses mengajar dan belajar, guru dituntut memiliki pelbagai pengetahuan dan
pemahaman yang bermanfaat untuk menimbulkan dan meningkatkan motivasi
pelajarnya semasa belajar, sehingga proses belajar yang dibimbingnya berjaya
secara optimal. Oleh kerana itu, guru perlu memahami dan menghayati serta
menerapkan pelbagai prinsip dan teknik-teknik untuk membangkitkan dan
meningkatkan motivasi pelajar dalam pembelajaran. Memang banyak sekali prinsip
dan teknik yang berbeza-beza yang perlu diketahui oleh guru, kerana di dalam
usaha memotivasi pelajar sesungguhnya tidak hanya satu prinsip dan teknik yang
paling mujarab dipakai untuk semua pelajar, sepanjang masa, dan untuk semua situasi.
Berbeza mata pelajaran, berbeza keperibadian pelajar, dan berbeda keperibadian
guru menuntut perbezaan prinsip dan teknik yang dipakai dalam memotivasi
pelajar.Oleh kerana itu, perbezaan mata pelajaran, keperibadian pelajar dan
keperibadian guru harus dipertimbangkan dalam memilih prinsip-prinsip dan
teknik-teknik yang akan dipakai dalam memotivasi pelajar.
Di
dalam kelas yang pelajar-pelajarnya terdiri dari kelompok yang memiliki
kemampuan yang sama namun berbeda keperibadian dan minat, variasi prinsip-prinsip
dan teknik-teknik yang dipakai akan lebih banyak. Di dalam kelas mungkin kita
akan menemui beberapa orang pelajar yang mampu memotivasi dirinya sendiri.
Pelajar-pelajar seperti ini tidak banyak memerlukan pertolongan dari guru untuk
merangsang minat mereka dalam belajar, kerana mereka mampu mendorong diri
mereka sendiri. Kebanyakan pelajar akan mempunyai motivasi belajar jika kita
menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi mereka, namun ada pula sejumlah
pelajar yang baru akan termotivasi jika kita melakukan usaha-usaha khusus bagi
mereka. Oleh kerana itu kita sebagai guru hendaklah fleksibel dalam memakai
berbagai pendekatan dalam merangsang minat pelajar dalam belajar, serta mampu
menerapkan berbagai prinsip dan teknik yang berbeza sesuai dengan keperluan
masing-masing pelajar .
Motivasi
merupakan jantung-nya proses belajar. Oleh kerana motivasi begitu penting dalam
proses pembelajaran, maka tugas guru yang pertama dan terpenting adalah
membangkitkan atau membangun motivasi pelajar terhadap apa yang akan dipelajari
oleh pelajar.
Motivasi
bukan saja menggerakkan tingkah laku, tetapi juga mengarahkan dan memperkuat
tingkah laku[23].
Pelajar yang bermotivasi dalam pembelajaran akan menunjukkan minat, semangat
dan ketekunan yang tinggi dalam pelajaran, tanpa banyak bergantung kepada guru.
Menurut para pakar
motivasi terdapat dua jenis motivasi yang umum, yaitu motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan oleh latar
belakang pendorong yang murni berasal dari dalam diri individu, dan tujuan
tindakan itu terlibat di dalam tindakan itu sendiri, bukan di luar tindakan
tersebut. Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, yaitu keinginan bertingkah laku
sebagai akibat dari adanya rangsangan dari luar atau kerana adanya kekuasaan
dari luar. Tujuan bertingkah laku pun tidak terlibat dalam tingkah laku itu
sendiri, tetapi berada di luar tindakan tersebut.
Di dalam proses belajar,
motivasi intrinsik lebih berkesan mendorong pelajar dalam belajar. Namun bukan
bermakna bahawa motivasi ekstrinsik perlu dihindari sama sekali. Motivasi
ekstrinsik dapat memancing timbulnya motivasi intrinsik. Banyak pelajar yang
termotivasi secara ekstrinsik dapat berjaya dengan baik dalam belajar, seperti
halnya dengan pelajar-pelajar yang termotivasi secara intrinsik, asalkan guru
dapat membantu mereka dengan cara yang tepat sesuai dengan keperluan mereka. Ada berbagai cara yang
dapat dilakukan oleh guru dalam membangkitkan motivasi pelajar dalam belajar
melalui pengembangan motivasi ekstrinsik, seperti memberikan penghargaan atau
celaan, membangun persaingan, memberikan hadiah atau hukuman, dan memberi tahu
kemajuan yang dicapai oleh pelajar. Masing-masing cara mempunyai
kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya sendiri. Guru harus menentukan
cara yang paling tepat sehingga berbagai kelemahan dapat dikurangi atau
dihindarkan sama sekali, dan sebaliknya kekuatan-kekuatan yang ada dikembangkan
dan dimanfaatkan sebesar-besarnya.
Dengan memperhatikan teori dan pendapat para pakar maka penulis
berpendapat bahwa Motivasi belajar siswa adalah “Dorongan belajar terhadap anak untuk
melakukan proses belajar dan berlatih secara terus menurus serta dorongan
tersebuat dapat dari dalam ataupun dari luar sehingga anak dapat melakukan
pembelajaran dengan baik”
B. Kerangka Berpikir
Latar belakang ekonomi orang tua adalah hal yang mempengaruhi
serta sangat menentukan dalam memotivasi belajar anak, karena ada latar
belakang -latar belakang lain yang dapat
mempengaruhi motivasi belajar anak diantaranya adalah kemampuan ekonomi orang
tua, perhatian orang tua, dorongan orang tua, lingkungan, suasana keluarga
serta masih banyak hal variabel yang tersembunyi yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siswa. Atau dapat kita telah lagi bahwa latar
belakang ekonomi orang tua adalah
kemampuan, kecakapan dari sisi ekonomi untuk mendidik atau mendorong anak untuk
berbuat atau belajar secara formal ataupun informal, hal tersebut merupakan
variabel bebas yang mempengaruhi motivasi belajar anak di SDN Empang 3 Kota Bogor.
Motivasi belajar siswa adalah dorongan terhadap anak untuk melakukan
belajar atau berlatih dan dorongan tersebuat dapat dari dalam ataupun dari luar
sehingga anak dapat melakukan pembelajaran dengan baik dan variabel tersebut
yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau kemampuan ekonomi orang tua di SDN Empang
3 Kota Bogor.
Adapun alur pemikiran penulis adalah sebagai berikut apabila latar belakang
ekonomi orang tua kuat atau besar maka
motivasi belajar anak juga akan kuat atau besar tentunya hal trsebut akan berpengaruh besar
kepada prestasi belajar siswa disekolah dan
sebaliknya apabila latar belakang ekonomi orang tua kecil atau lemah kepada sswa maka akan berdampak terhadap motivasi belajar siswa juga
lemah atau kecil sehingga adanya pengaruh terhadap prestasi belajar ssa
disekolah, sehingga adanya korelasi yang kuat hubungan antara latar belakang ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa
di SDN Empang 3 Kota Bogor
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka berpikir, maka penulis
mengajukan hipotesis bahwa diduga “Terdapat hubungan antara latar belakang ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa
di SDN Empang 3 Kota Bogor”
[1] Sadiman,
Arief. dkk. Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta. Penerbit: RajaGrafindo Persada, 2009
[2] Robbins,
Pemahaman dan Kemampuan (Jakarta, Pustaka, 2000) h.46
[3] Keit
Davis, Mangkunegara (Jogyuakarta, Cipta
sejahtera, 2000)h.67
[5] M
Ngalim Purwanto Ibid. p.86-87
[6] Thomas Amstrong. (2004). Membangkitkan Bakat Alami Kejeniusan Anak Anda. (Batam :
Interaksara) h.73-74
[7] Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum.( Yogyakarta : Andi Offset , 1997) h.45
[9] Ibid. h. 182
[10] Ibid. h. 183
[11] Ibid h.
187
[12] Soemanto, Tingkah laku (Jakarta, Erlangga, 2004) h.120
[13] Monks dan Knoers, berpikir
(jakarta Cipta Karya, 2002) h 26
[14] Ika
Kartika, dkk, Materi Orientasi
Tutor/Penyelenggara Keaksaraan Fungsional, Kerjasama PWNU Jawa Barat dengan
LPPM UNINUS Bandung, (Bandung,Nusantara
Press, 2006) h.77
[15] Ika
Kartika, dkk, Materi Orientasi
Tutor/Penyelenggara Keaksaraan Fungsional, Kerjasama PWNU Jawa Barat dengan
LPPM UNINUS Bandung, (Bandung
: 2006) h.77
[16] Ibid,
h.78
[17] Ibid,
h.78
[18]
W.P.Napitupulu, Status Guru (Jakarta,
Depdiknas, 2004) h.3
[19]
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional , (Jakarta: 2004)
[20] Ibid h
20
[21] Almond,
Gabriel A., Verba, Sidney.(1984). Budaya Politik (Judul Asli : The Civic
Culture), Diterjemahkan Oleh Sahat Simamora. Jakarta : Bina Aksara.
[22] Ibid h
5
[23] Cholisin.(2004a).
Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan, dalam
Jurnal Civics : Media Kajian Kewarganegaraan, Volume 1, Nomor 1, Juni 2004. Yogyakarta : Jurusan PPKn FIS UNY