Sabtu, 30 Juni 2012

Landasan Teori Latar Belakang Ekonomi dan Motivasi Belajar


BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan  Teori
     1.    Hakekat  Latar belakang  Ekonomi Orang tua
                        Latar belakang adalah  hal-hal yang  mempengaruhi terhadap seseorang dari dalam ataupun dari luar baik bersifat positif maupun bersifat negatif ”[1]. Latar belakang kemampuan adalah hal yang mempengaruhi  kecakpan atau potensi menguasai sesuatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau dilakukan keahlian tersebut didapat dari latihan atau dikerjakan atau digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya sesuai dengan pendapat pakar .
Menurut Caplin ”Ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, ketangkasan, bakat, kesanggupan)merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan sesuatu perbuatan”, kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan”[2]

Adapun latar belakang akan dilihat dari segi kemampuan orang tua dalam ekonomi terutamanya kecakapan dalam mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsanya dan ini adalah faktor terpenting dari keluarga atau ekonomi yang akan mendfaktor terpenting dari keluarga atau ekonomi yang akan mendorong terus anak atau siswa hingga mampu berkiprah lebih banyak dan lebih kuat di luar sana sehingga apa yang dicita-citakan oleh semua pihak terumata orang tua dengan kemampuan orang tua yang dapat diandalkan maka anak akan menjadi orang besar nantinya.

Menurut Keit Davis dalam bungkunya Mangkunegara secara psikologis  ”kemampuan (ability) yang terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge and  skill), artinya seseorang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal.”[3]

Perhatian orang tua terhadap anaknya tentang masalah pendidikan adalah merupakan bagian dari tanggungjawabnya yang utama, selain membesarkan anaknya untuk menuju kedewasaan dan untuk dapat hidup secara mandiri. Anak sepenuhnya tergantung dari perhatian orang tua, baik dalam masalah biaya pendidikan, pembinaan watak dan mental sampai kepada masalah bagaimana seorang anak dapat melaksanakan proses pendidikan secara baik hingga mendapatkan prestasi yang gemilang, dengan dorongan dari ekonomi orang tua yang mapan atau yang menunjang, hal ini akan terlihat dengan jelas kemampuan ekonomi orang tua sangat berpengaruh besar dalam mendorong motivasi anak atau siswa dalam melakukan belajar, sehingga dorongan yang dilakukan akan kuat sekali mempengaruhi individu ataupun orang lain, karena motivasi yang ada akan mengalahkan hal-hal yang bertentangan dengan hati atau kenyataan.
M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa bentuk perhatian orangtua dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut :
”Orangtua bertanggungjawab penuh atas pemeliharaan anaknya sejak dilahirkan, bagaimana seharusnya anak-anak itu berbuat, bertingkah laku, berkata-kata dan sebagainya, terutama bergantung kepada keteladanan dan pendidikan yang dilakukan oleh keluarganya. Anak itu akan berkelakuan baik, jujur, sabar, suka menolong, ataukah menjadi curang, pemarah, asosial, dan sebagainya, terutama adalah tanggungjawab orangtua dalam memberi pendidikan anak-anaknya. Tentu saja disamping pendidikan watak, orangtua juga membeikan pelajaran-pelajaran atau kepandaian-kepandaian meskipun secara sederhana.” [4]

Bahwa kemampuan ekonomi orang tua  adalah wujud dari perhatian orangtua terhadap anak dapat berupa perhatian yang meliputi pembinaan kepribadian, mental, watak, dan akhlak juga pembinaan pelajaran-pelajaran tertentu yang diperlukan oleh anak baik di sekolah maupun dalam kehidupannya.
Hal tersebut harus terus menerus diarahkan kepada anak, agar terjadi keseimbangan antara perkembangan potensi akademik dan intelegensi dengan mental spiritual,  tujuan perhatian orang tua dalam kehidupan setiap orangtua pasti akan memiliki tujuan masing-masing, begitu juga dalam kegiatan atau kesibukan tentunya memiliki tujuan dan harapan. Semua itu dapat diraih melalui proses keberhasilan atau prestasi anaknya memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang, mulai sejak lahir hingga akan nampak keberhasilan orangtua dalam memperhatikan anaknya setelah anak dalam kehidupan keluarga mampu hidup mandiri tidak bergantung lagi kepada orangtua.
Kemampuan ekonomi orang tua pada umumnya mendorong tujuan orangtua mendidik anak diantaranya adalah agar anak memperoleh prestasi yang baik disekolahnya, lulus dengan nilai yang memuaskan, dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mampu hidup mandiri, menjadi orang yang berguna di masyarakat, memiliki  tingkah laku yang baik, dan sebagainya. Semua itu akan terwujud apabila orangtua memperhatikan aturan-aturan pendidikan  dalam  lingkungan  keluarga  berdasarkan ilmu pendidikan.
Berkaitan dengan hal ini M. Ngalim Purwanto menyebutkan beberapa petunjuk yang harus diperhatikan kemampuan ekonomi orang tua yaitu sebagai berikut :
1) orangtua harus dapat menciptakan suasana yang baik dalam lingkungan keluarga, 2) orangtua harus menentukan tiap-tiap anggota keluarga agar belajar berpegang kepada hak dan kewajiban masing-masing, 3) orangtua harus mengetahui tabiat dan watak anaknya, 4) orangtua harus dapat menghindarkan sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak, 5) orangtua harus berusaha membiarkan anaknya bergaul dengan temannya diluar lingkungan keluarga.[5]

Pentingnya perhatian orang tua terhadap motivasi belajar anaknya atau siswa hal tersebut dapat menopang gerak laju siswa terhadap mata pelajaran yang dihadapi serta da suatu dorongan yang baik untuk perkembangan siswa atau peserta didik lebih jelasnya kita sering melihat perbedaan siswa yang diperhatikan oleh orang tuanya dengan yang orang tuanya tidak peduli dengan anak-anaknya atau peserta didik. pada hakikatnya perhatian orangtua dalam mengontrol perilaku anak diimplementasikan melalui penerapan disiplin terhadap anak-anaknya dan banyak metode untuk untuk memotivasi blajar siswa sehingga dapat mencapai hsil yang memuaskan. Ada tiga metode penerapan disiplin dari orangtua kepada anak, yaitu outhoritarian (otoriter), democratic dan permissive.
Harlock dalam Thomas Amstrong  menjelaskan bahwa : Disiplin outhoritarian (otoriter). Disiplin ini selalu berarti mengendalikan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman terutama hukuman badan. Disiplin otoriter mempunyai ciri-ciri ; (a) orangtua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak, tanpa memberikan penjelasan tentang alasannya, (b) apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima anak, (c) pada umumnya hukuman berujud hukuman badan (corporal) dan (d) orangtua tidak atau jarang memberikan hadiah baik yang berwujud kata-kata ataupun bentuk lain apabila anak berbuat sesuai dengan harapan orangtua.
Disiplin demokratis menekankan penggunaan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa prilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin ini mempunyai ciri-ciri; (a) apabila anak harus melakukan sesuatu aktivitas, orangtua memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut dilaksanakan, (b) anak diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar, sebelum menerima hukuman, (c) hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya, dan (d) hadiah atau pujian diberikan oleh orang tua untuk prilaku yang diharapkan.
Disiplin permissive sebetulnya berarti sedikit disiplin atau tidak berdisiplin. Biasanya disiplin permisif tidak membimbing anak ke pola prilaku yang yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Lebih lanjut Hurlock  berpendapat bahwa disiplin permisif mempunyai ciri-ciri ; (a) tidak ada aturan yang diberikan oleh orang tua, anak diperkenankan berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkan anak (b) tidak ada hukuman, karena tidak ada ketentuan atau peraturan yang dilanggar (c) ada anggapan bahwa anak akan belajar dari akibat tindakannya yang sudah, dan (d) tidak ada hadiah karena social approval akan menjadi hadiah yang memuaskan. [6]


Bahwa ada tiga metode penerapan disiplin yang dipakai orangtua pada anak, yaitu otoriter, demokratis dan permissive. Jenis-jenis disiplin yang diterapkan orangtua terhadap anak-anaknya itu diantaranya adalah :
Disiplin Otoriter adalah  berpengaruh buruk pada prilaku anak, ada bukti-bukti bahwa dalam bentuk yang kurang keras, disiplin otoriter menunjang sosialisasi anak. Ini dapat terjadi karena anak yang dikendalikan orangtua dengan keras, dapat belajar bersikap dengan cara yang disetujui sosial.
Dengan demikian tujuan orangtua dengan menerapkan disiplin otoriter adalah agar anak mampu bersikap sesuai dengan cara yang disetujuai social lingkungannya. Disiplin Demokratis yaitu lebih menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif daripada aspek hukumannya. Hukuman biasanya tak pernah keras  dan tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak secara sadar melolak melakukan apa yang diharapkan mereka. Bila perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan, orangtua yang demokratis akan menghargainya dengan pujian atau pernyataan persetujuan yang lain.
Pada intinya disiplin demokratis ini, bertujuan mengajar anak mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan  apa  yang  benar,  meskipun  tidak  ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman bila mereka melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan. Pengendalian internal atas perilaku ini adalah hasil usaha mendidik anak untuk berperilaku menurut cara yang benar dengan memberi mereka penghargaan.
Disiplin Permissive adalah bila dilihat sekilas amat menyenangkan karena memberi kebebasan yang seluas-luasnya pada anak, namun akibat dari disiplin yang permissive ini menjadikan anak mengekspresikan keinginannya tanpa mempertimbangkan efek perilakunya. Disiplin ini banyak diinginkan oleh anak, sebab bimbingan dari orang tua sangat dibutuhkan bagi mereka, bukan sebaliknya tanpa adanya nasehat.
Menurut Walgito bahwa :
Dalam disiplin permisif (serba boleh), karena tidak ada kontrol dari orangtua, anak dapat berbuat sekehendak hatinya, maka anak kurang respek kepada orangtua, kurang menghargai apa yang telah diperbuat orangtua untuknya, karena tidak adanya pengarahan atau informasi dari orangtua maka, anak tidak mengerti mana yang sebaiknya dikerjakan dan mana yang sebaliknya ditinggalkan. Anak kurang mempunyai tanggungjawab, dan dalam masyarakat anak sering berbuat hal-hal yang sebenarnya tidak dapat dibenarkan karena dalam keluarga tidak ada ketentuan bagi anak, maka anak berbuat sekehendak hatinya, prilakunya sering melanggar peraturan yang telah ditentukan masyarakat.[7]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan anak dalam hubungannya dengan disiplin juga membawa konsekuensi adanya perubahan disiplin secara alamiah, yaitu dari bentuk pengawasan yang kaku ke bentuk bimbingan. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan dengan paksa, tetapi harus dilakukan dengan sabar dan berangsur-angsur yaitu dari bentuk pengawasan ke bentuk bimbingan dan pengarahan. Hal ini nampaknya sulit bagi sebagian besar orang tua untuk melakukannya. Orangtua pada umumnya cenderung mencoba mempertahankan pengawasan yang kaku dan teliti lebih lama lagi, atau mereka menyerahkan persoalan ini sepenuhnya kepada remaja dan membiarkannya sehingga remaja itu berjalan menurut caranya sendiri tanpa pengarahan maupun nasehat.

Bahwa kemampuan ekonomi orang tua  terhadap perkembangan belajar anak sangat besar. Orangtua adalah orang pertama dalam khidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia social di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Peranan orangtua di dalam keluarga telah membantu anak untuk pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-keingainan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, dengan kata lain anak pertama-tama belajar memegang peranan sebagai mahluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan-kecakapan tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain.
Kemampuan orang tua secara sosio-ekonomi juga mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anaknya. Dengan ekonomi keluarga yang cukup dimungkinkan anak akan mampu mengembangkan potensinya secara luas sebab anak akan memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk memperkembangkan bermaca-macam kecakapan yang tidak dapat ia perkembangkan apabila tidak alat-alatnya.
Berkaitan dengan hal di atas W.A. Gerungan menjelaskan bahwa, ” Orangtua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia.”[8] 
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa secara umum latar belakang kemampuan ekonomi dapat mempermudah mengembangkan potensi anak. Tetapi walaupun demikian hal itu bukan latar belakang mutlak dalam perkembangan anak sebab hal itu kembali tergantuing kepada sikap-sikap orangtua dan bagaimana corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun status ekonomi orangtua memuaskan tetapi apabila mereka itu tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya atau senantiasa cekcok hal itu juga tidak akan menguntungkan perkembangan sosial anak-anaknya. Selain itu, perkembangan anak juga sangat ditentukan oleh sikap-sikap anak itu sendiri terhadap keluarganya.
Mengenai latar belakang yang mempengaruhi perkembangan anak, W.A. Gerungan menjelaskan bahwa,” Mungkin sekali status sosio-ekonomi orangtua mencukupi serta corak interaksi sosial di rumahpun tiada kekurangan, namun anak itu berkembang dengan tidak wajar.”[9]
Mengenai latar belakang yang mempengaruhi perkembangan anak, W.A. Gerungan menjelaskan bahwa,” Mungkin sekali status sosio-ekonomi orangtua mencukupi serta corak interaksi sosial di rumahpun tiada kekurangan, namun anak itu berkembang dengan tidak wajar.”[10]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik-buruknya perkembangan seseorang tidak mesti dipengaruhi oleh status ekonomi orangtua yang berkecukupan tetapi sangat dipengaruhi oleh saling pengaruh dari banyak latar belakang di luar diri anak sehingga tidak mudah untuk menentukan latar belakang  manakah  yang  menyebabkan  kesulitan  dalam perkembangan belajar anak yang pada akhirnya kemungkinan akan mengalami kegagalan.
Sebuah hasil penelitian yang membandingkan anak dari keluarga tidak mampu dengan keluarga mampu yang dilakukan Prestel dalam W.A.Gerungan menemukan kesimpulan bahwa
” Prestasi anak-anak dari keluarga yang rendah status ekonominya pada akhir kelas pertama lebih tinggi daripada prestasi anak-anak dari keluarga yang status sosio-ekonominya mencukupi.”[11]

Bahwa kemampuan ekonomi orang tua  artinya  status ekonomi keluarga yang berkecukupan bukan jaminan bahwa anaknya dapat berprestasi dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan orangtua dalam perkembangan anak-anaknya adalah tergantung bagaimana orangtua tersebut memberikan pendampingan selama masa perkembangan, sehingga anak-anaknya tidak mengalami kegagalan dalam proses perkembangannya. orangtua tersebut memberikan pendampingan selama masa perkembangan, sehingga anak-anaknya tidak mengalami kegagalan dalam proses perkembangannya.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-latar belakang pendukung pemahaman yang mempengaruhi warga. Faktor-latar belakang ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu latar belakang intern dan latar belakang ekstern. Latar belakang intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri individu yang menunjang pemahaman , seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra, dan skema berpikir. Latar belakang ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri warga yaitu lingkungannya  yang mengkondisikannya dalam pemahaman, seperti pengalaman, lingkungan sosial, lingkungan budayanya . Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya, Secara umum warma masyarakat di Indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah ditentukan di dalam kurikulum.
“Menurut Soemanto bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap hubungan yang ada dalam situasi”.  [12]
Menurut Monks dan Knoers  Dalam kognisi terjadi proses berpikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan, dan memproduksi pengetahuan.[13]
Maka penulis berpendapat bahwa kemampuan ekonomi orang tua adalah ”kemampuan atau kecakapan orang tua dalam mendidik anak yang dilihat dari sisi ekonomi untuk  mendorong anaknya agar belajar belajar secara formal ataupun informal”

       2.  Hakekat Motivasi Belajar Anak.
Menurut para ahli , motivasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Movere  yang berarti to move. To move artinya menggerakkan, dorongan atau gejolak. Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi berasal dari kata motif.
Pengertian motif telah dikemukakan oleh para ahli , diantaranya ialah :
a.          Motif adalah dasar / alasan / latar belakang / dorongan.
b.             Motif adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.
c.             Motif adalah daya penggerak dari dalam dan dari luar subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai tujuan.
d.            Motif adalah sebab-sebab yang menjadi dorongan atau tindakan seseorang melakukan sesuatu.”[14]

Sedangkan pengertian Motivasi adalah sebagai berikut ;
a.            Motivasi ialah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan.
b.           Motivasi ialah usaha untuk membangkitkan keinginan seseorang atau kelompok agar orang atau kelompok itu berbuat sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki.
c.            Motivasi ialah daya gerak yang telah aktif
d.           Motivasi ialah proses-proses dalam yang menentukan gerak atau tingkah laku individu atau kelompok kepada tujuan-tujuan.
e.            Motivasi ialah setiap perasaan atau keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan orang, sehingga individu/kelompok didorong untuk bertindak.”[15]

Selanjutnya adalah tujuan motivasi adalah :
a.                  “Untuk memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan.
b.                 Untuk membangkitkan keinginan seseorang atau kelompok agar orang itu berbuat sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki.”[16]
                  
Manusia sebagai mahluk yang dinamis yang perlu didorong, diarahkan dan diseleksi segala aktifitas supaya dapat mencapai tujuan.Untuk melakukan hal tersebut diatas dilaksanakan kegiatan motivasi. Jadi dapat disebutkan fungsi dari pada motivasi ialah ;
a.                   “Sebagai pendorong manusia berbuat
Tidak semua manusia mau melakukan aktifitas, walaupun aktifitas tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya. Untuk itu manusia tersebut perlu dimotivasi agar ia mau melakukan aktifitas tersebut
b.                  Sebagai penentu arah perbuatan
Banyak orang melakukan aktifitas, tetapi tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Hal ini karena aktifitas yang dilakukan tidak terarah, untuk mengarahkannya diperlukan motivasi. Sebagai penentu arah motivasi dapat menjadikan suatu aktivitas lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan lebih mudah tercapai.
c.                   Sebagai penyeleksi perbuatan
Terlalu banyak aktivitas terkadang membuat seseorang sulit untuk menentukan aktivitas mana yang harus dilaksanakan yang sesuai dengan tujuan. Untuk itu dilakukan motivasi, agar orang tersebut dapat melakukan aktivitas mana yang dapat mencapai tujuan, dan aktivitas mana yang kurang menunjang tercapai tujuan.”[17]

Ada beberapa prinsip motivasi yang perlu diperhatikan oleh motivator yaitu :”
a.                             Motivasi harus terencana
b.                             Motivasi harus jelas tujuan dan sasarannya
c.                              Motivasi harus sesuai dengan kebutuhan/kepentingan sasarannya
d.                             Motivasi tidak boleh menyinggung perasaan
e.                              Motivasi tidak boleh dilaksanakan dengan paksaan atau menakut

            Hakikat dari pendidikan yang hendak dicapai setiap pendidik adalah membina anak didik untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang merupakan individu dalam perwujudan diri dan potensi sepenuhnya mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dan pembangunan masyarakat.
            Sebagai implikasi dari hal tersebut diatas , maka tanggung jawab guru yang memang tidak ringan menjadi semakin berat dan kompleks, artinya tanggung jawab guru tidak lagi hanya terbatas pada penyampaian materi kurikulum semata, melainkan jauh lebih luas lagi, yaitu tugas dan tanggung jawab guru meliputi pembentukan watak anak didik dalam mengembangkan sikap-sikap, nilai-nilai, dan perilaku sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakatnya dan menjamin kesehatan mentalnya
            Untuk melaksanakan tugasnya maka seorang guru agar mampu berkiprah secara mantap dalam profesinya diperlukan suatu prasyarat utama, yaitu adanya hubungan yang efektif antara guru dan siswanya. Guru dalam hal ini mutlak perlu memiliki keterampilan berkomunikasi agar dapat menjalin hubungan yang positif dengan siswanya. Kualitas dari hubungan antara guru dengan siswanya sangatlah menentukan keberhasilan guru dalam mengajar dan membimbing siswa, dan kebutuhan-kebutuhan siswa juga dihargai oleh guru. Tidak disangsikan lagi semua pendidik tentunya menginginkan anak didiknya tumbuh menjadi warga
Negara yang mampu, mandiri, dan bertanggung jawab.Untuk itu guru dapat menciptakan hubungan yang konstruktif dan berdaya guna dengan siswanya, antara lain seperti ; hubungan yang mampu menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab, artinya siswa dapat belajar melaksanakan dengan baik tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya, selain itu siswa belajar menentukan sendiri, mengendalikan sendiri, dan menilai diri sendiri. Sesuai pengertian guru menurut W.P.Napitupulu yaitu ;
“ Guru adalah semua tenaga kependidikan yang menyelenggarakan tugas-tugas pembelajaran di kelas untuk beberapa mata pelejaran, termasuk praktik atau seni vokasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (elementary and secondary level). Istilah guru juga mencakup individu-individu yang melakukan tugas bimbingan dan konseling, supervisi pembelajaran di institusi pendidikan atau sekolah-sekolah negeri atau swasta, teknisi sekolah, administrator sekolah, dan tenaga layanan Bantu sekolah (supporting staf) untuk urusan-urusan administrative. Guru juga bermakna lulusan pendidikan yang telah lulusan ujian Negara (Government Examination) untuk menjadi guru, meskipun secara actual belum bekerja sebagai guru.” [18]

 Sedangkan pengertian Guru/Pendidik menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :
“Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya , serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”[19]

            Dalam pelaksanaannya guru harus mampu mendengarkan siswa secara aktif artinya guru memberikan kesempatan kepada siswa, bahkan merangsang
siswa untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, pertimbangan dan penalarannya, dan guru berusaha untuk memahami tanpa memberikan penilaian terlebih dahulu, serta menunjukkan kepada siswa bahwa guru menerima siswa sebagaimana adanya dan menghargai eksistensi dan pendapatnya. Hal ini perlu kita kaji dan kita perhitungkan karena seseorang cenderung untuk berperilaku sebagaimana lingkungan melihat dan mengharapkan ia berperilaku. Apalagi kita melihat bahkan mencap seseorang itu sebagai orang tidak disiplin, maka akhirnya ia akan berperilaku tidak disiplin.
Guru sebagai pegerak motivasi yaitu memiliki berbagai tanggung jawab dan tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan tuntutan profesi guru[20].Tugas utama dan terpenting yang menjadi tanggung jawab seorang guru adalah memajukan, merangsang dan membimbing pelajar dalam proses belajar. Segala usaha kearah itu harus dirancang dan dilaksanakan. Guru yang berkesan dalam menjalankan tugasnya adalah guru yang berjaya menjadikan pelajarnya bermotivasi dalam pelajaran. Oleh itu untuk keberkesanan dalam pengajaran, guru harus berusaha memahami makna motivasi belajar itu sendiri dan mengembangkan serta menggerakkan motivasi pemberlajaran pelajar itu ke tahap yang maksimum.
Guru dapat memahami motivasi belajar jika sewaktu mengajar dia dapat melaksanakan langkah-langkah seperti berikut mengenal pasti tingkat kecerdasan para pelajar,  melaksanakan teknik memotivasi pelajar,  merumuskan tujuan belajar dan mengaitkan tujuan itu dengan keperluan   dan minat pelajar, menerapkan kemahiran bertanya kepada pelajar,  melaksanakan aktiviti pengajaran dengan urutan yang sistematik, melaksanakan penilaian diagnostik dan melaksanakan komunikasi interpersonal.
                        Memotivasi pelajar merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pengajaran dan pembelajaran. Jika guru telah berjaya membangun motivasi pelajar semasa pengajaran dan pembelajaran bermakna guru itu telah berjaya mengajar. Namun pekerjaan ini tidaklah mudah. Memotivasi pelajar tidak hanya menggerakkan pelajar agar aktif dalam pelajaran, tetapi juga mengarahkan dan menjadikan pelajar terdorong untuk belajar secara terus menerus, walaupun dia berada di luar kelas ataupun setelah meninggalkan sekolah.
                        Untuk meyakinkan diri kita bahawa memotivasi pelajar dalam belajar merupakan tugas guru dan berkewajiban pula melaksanakannya, maka pendekatan Behavioristik perlu kita jadikan pedoman dalam mengajar. Para pakar Behavioristik mengemukakan bahawa motivasi ditentukan oleh persekitaran. guru merupakan persekitaran yang sangat berperanan di dalam proses belajar. Oleh kerana itu, meningkatkan motivasi pelajar dalam pelajaran merupakan tugas yang sangat penting bagi guru.
                        Mengapa usaha memotivasi pelajar itu sangat penting bagi guru,  sebagian guru mungkin beranggapan bahawa tugas mereka sebagai guru hanyalah mengajar sahaja, bukan menimbulkan minat pelajar terhadap apa yang mereka ajarkan. Guru seperti ini mengajar di dalam kelas semata-mata hanya untuk menuangkan bahan pelajaran kepada pelajar. Mereka kurang peduli dengan isi pelajaran yang mereka ajarkan atau yang mereka terangkan itu dapat diterima oleh pelajar untuk dijadikan pengetahuan atau tidak. Mereka tidak memperhatikan apakah bahan yang mereka ajarkan itu bermanfaat dan mempengaruhi tingkah laku atau perkembangan pelajar ke arah yang positif. Guru-guru seperti ini tidak menyedari bahawa pelajar-pelajar yang tidak berminat tidak akan dapat menerima pelajaran dengan baik.
                        Pelajar yang tidak berminat terhadap apa yang diajarkan oleh guru tetapi dia diharuskan mempelajarinya, dapat menimbulkan suatu perasaan benci terhadap mata pelajaran itu, bahkan untuk selanjutnya pelajar itu tidak akan ingin pernah mempelajarinya. Di dalam kelas yang kita ajar mungkin kita akan mendengar pelajar berkata, "Saya tidak mampu belajar Bahasa Inggeris" atau "Saya tidak dapat belajar matematik." Jika kita teliti permasalahannya, bukan kerana kedua-dua mata pelajaran tersebut sukar atau tidak menyenangkan, tetapi  kerana guru kedua-dua mata pelajaran itu tidak menggunakan strategi yang berkesan, sehingga pelajar tidak tertarik untuk mempelajarinya. Pelajar tidak bermotivasi, malahan merasakan mata pelajaran tersebut menjadi menyiksa mereka. Guru seharusnya menggunakan masa yang banyak sewaktu mengajar untuk memotivasi pelajar-pelajarnya. Pelajar yang termotivasi dengan baik dalam pelajaran akan melakukan lebih banyak aktiviti dan lebih cepat belajar jika dibandingkan dengan pelajar yang kurang atau tidak termotivasi semasa belajar. Ini memandangkan, jika guru dapat membangunkan motivasi pelajar terhadap pelajaran yang diajar maka diharapkan pelajar akan sentiasa meminati mata pelajaran tersebut.
                        Sesungguhnya usaha memotivasi pelajar dalam pendidikan adalah merupakan suatu proses (1) membimbing pelajar untuk memasuki pelbagai pengalaman yakni proses belajar sedang berlangsung; (2) proses menimbulkan semangat dan keaktifan pada diri pelajar sehingga dia benar-benar bersedia untuk belajar; dan (3) proses yang menyebabkan perhatian pelajar tertumpu kepada satu arah atau tujuan pada satu masa, yaitu tujuan belajar.[21]
                        Situasi kelas yang  baik akan memotivasi  serta dapat mempengaruhi sikap belajar dan  tingkah  laku  siswa dalam pembelajaran. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai tugas  yang diberikan guru serta yang sedang mereka kerjakan, hal ini  menunjukkan ketekunan yang tinggi, serta  aktiviti belajar mereka pun akan lebih banyak. Di samping keterlibatan mereka dalam belajar lebih besar, mereka juga kurang menyukai tingkah  laku yang negatif yang dapat menimbulkan masalah disiplin dalam belajar.
                        Oleh kerana itu, dalam upaya menjaga dan meningkatkan motivasi belajar siswa  mesti dipertimbangkan dan hal ini bermakna meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga apa yang diharapkan semua pihak dapat tercapai dengan baik.
                        Tujuan jangka panjang dalam membangun dan mengembangkan motivasi siswa dalam belajar adalah terbentuknya motivasi sendiri. sebagai guru ingin agar siswa selalu terdorong untuk mengembangkan minatnya untuk belajar walau di mana pun dia berada.  Semua pihak berharap agar para siswa yang ada dilingkungan sekolah sentiasa ingin menimba pelbagai ilmu pengetahuan walaupun mereka telah lepas dari bimbingan kita. Tujuan pendidikan yang paling utama adalah untuk membangkitkan dalam diri pelajar suatu motivasi yang kuat dan terus menerus untuk belajar. Hal ini akan menjadi suatu kecenderungan dan kebiasaan dalam melakukan proses belajar selanjutnya.
                        Yang menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana caranya kita semasa melakukan pelbagai usaha untuk membangun dan mengembangkan motivasi pelajar semasa belajar,  Para pakar Humanistik, misalnya Carl Rogers, seorang  pakar psikologi mengemukakan bahawa pada dasarnya di dalam diri setiap manusia ada keinginan yang sangat kuat untuk belajar yang bersifat semula jadi[22].
Jadi, di dalam diri pelajar keinginan itu sudah ada. Guru hanya mengembangkan atau memupuk keinginan itu sehingga keinginan belajar itu dapat direalisasikan dalam bentuk prestasi yang maksimum. Para pakar Behavioristk pula, misalnya B.F. Skinner, seorang pakar pendidikan mengemukakan bahawa motivasi pelajar sangat ditentukan oleh persekitarannya. Pelajar akan termotivasi semasa belajar jika persekitaran belajar dapat memberikan rangsangan sehingga pelajar tertarik untuk belajar. Guru harus mengatur persekitaran atau suasana belajar secara bijaksana sehingga pelajar termotivasi untuk belajar.
                        Dalam proses mengajar dan belajar, guru dituntut memiliki pelbagai pengetahuan dan pemahaman yang bermanfaat untuk menimbulkan dan meningkatkan motivasi pelajarnya semasa belajar, sehingga proses belajar yang dibimbingnya berjaya secara optimal. Oleh kerana itu, guru perlu memahami dan menghayati serta menerapkan pelbagai prinsip dan teknik-teknik untuk membangkitkan dan meningkatkan motivasi pelajar dalam pembelajaran. Memang banyak sekali prinsip dan teknik yang berbeza-beza yang perlu diketahui oleh guru, kerana di dalam usaha memotivasi pelajar sesungguhnya tidak hanya satu prinsip dan teknik yang paling mujarab dipakai untuk semua pelajar, sepanjang masa, dan untuk semua situasi. Berbeza mata pelajaran, berbeza keperibadian pelajar, dan berbeda keperibadian guru menuntut perbezaan prinsip dan teknik yang dipakai dalam memotivasi pelajar.Oleh kerana itu, perbezaan mata pelajaran, keperibadian pelajar dan keperibadian guru harus dipertimbangkan dalam memilih prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang akan dipakai dalam memotivasi pelajar.
                        Di dalam kelas yang pelajar-pelajarnya terdiri dari kelompok yang memiliki kemampuan yang sama namun berbeda keperibadian dan minat, variasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang dipakai akan lebih banyak. Di dalam kelas mungkin kita akan menemui beberapa orang pelajar yang mampu memotivasi dirinya sendiri. Pelajar-pelajar seperti ini tidak banyak memerlukan pertolongan dari guru untuk merangsang minat mereka dalam belajar, kerana mereka mampu mendorong diri mereka sendiri. Kebanyakan pelajar akan mempunyai motivasi belajar jika kita menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi mereka, namun ada pula sejumlah pelajar yang baru akan termotivasi jika kita melakukan usaha-usaha khusus bagi mereka. Oleh kerana itu kita sebagai guru hendaklah fleksibel dalam memakai berbagai pendekatan dalam merangsang minat pelajar dalam belajar, serta mampu menerapkan berbagai prinsip dan teknik yang berbeza sesuai dengan keperluan masing-masing pelajar .
Motivasi merupakan jantung-nya proses belajar. Oleh kerana motivasi begitu penting dalam proses pembelajaran, maka tugas guru yang pertama dan terpenting adalah membangkitkan atau membangun motivasi pelajar terhadap apa yang akan dipelajari oleh pelajar.
Motivasi bukan saja menggerakkan tingkah laku, tetapi juga mengarahkan dan memperkuat tingkah laku[23]. Pelajar yang bermotivasi dalam pembelajaran akan menunjukkan minat, semangat dan ketekunan yang tinggi dalam pelajaran, tanpa banyak bergantung kepada guru.
                        Menurut para pakar motivasi terdapat dua jenis motivasi yang umum, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan oleh latar belakang pendorong yang murni berasal dari dalam diri individu, dan tujuan tindakan itu terlibat di dalam tindakan itu sendiri, bukan di luar tindakan tersebut. Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, yaitu keinginan bertingkah laku sebagai akibat dari adanya rangsangan dari luar atau kerana adanya kekuasaan dari luar. Tujuan bertingkah laku pun tidak terlibat dalam tingkah laku itu sendiri, tetapi berada di luar tindakan tersebut.
                        Di dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih berkesan mendorong pelajar dalam belajar. Namun bukan bermakna bahawa motivasi ekstrinsik perlu dihindari sama sekali. Motivasi ekstrinsik dapat memancing timbulnya motivasi intrinsik. Banyak pelajar yang termotivasi secara ekstrinsik dapat berjaya dengan baik dalam belajar, seperti halnya dengan pelajar-pelajar yang termotivasi secara intrinsik, asalkan guru dapat membantu mereka dengan cara yang tepat sesuai dengan keperluan mereka. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangkitkan motivasi pelajar dalam belajar melalui pengembangan motivasi ekstrinsik, seperti memberikan penghargaan atau celaan, membangun persaingan, memberikan hadiah atau hukuman, dan memberi tahu kemajuan yang dicapai oleh pelajar. Masing-masing cara mempunyai kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya sendiri. Guru harus menentukan cara yang paling tepat sehingga berbagai kelemahan dapat dikurangi atau dihindarkan sama sekali, dan sebaliknya kekuatan-kekuatan yang ada dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya.
                        Dengan memperhatikan  teori dan pendapat para pakar maka penulis berpendapat bahwa Motivasi belajar siswa  adalah “Dorongan belajar terhadap anak untuk melakukan proses belajar dan berlatih secara terus menurus serta dorongan tersebuat dapat dari dalam ataupun dari luar sehingga anak dapat melakukan pembelajaran dengan baik”

B.  Kerangka Berpikir
                    Latar belakang  ekonomi orang tua adalah hal yang mempengaruhi serta sangat menentukan dalam memotivasi belajar anak, karena ada latar belakang -latar belakang  lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar anak diantaranya adalah kemampuan ekonomi orang tua, perhatian orang tua, dorongan orang tua, lingkungan, suasana keluarga serta masih banyak hal variabel yang tersembunyi yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa.  Atau dapat kita telah lagi bahwa latar belakang  ekonomi orang tua adalah kemampuan, kecakapan dari sisi ekonomi untuk mendidik atau mendorong anak untuk berbuat atau belajar secara formal ataupun informal, hal tersebut merupakan variabel bebas yang mempengaruhi motivasi belajar anak di SDN Empang 3  Kota Bogor.
            Motivasi belajar siswa  adalah dorongan terhadap anak untuk melakukan belajar atau berlatih dan dorongan tersebuat dapat dari dalam ataupun dari luar sehingga anak dapat melakukan pembelajaran dengan baik dan variabel tersebut yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau kemampuan ekonomi orang tua di SDN Empang 3  Kota Bogor.
                  Adapun alur pemikiran penulis  adalah sebagai berikut apabila latar belakang  ekonomi orang tua kuat atau besar maka motivasi belajar anak juga akan kuat atau besar  tentunya hal trsebut akan berpengaruh besar kepada prestasi belajar siswa disekolah  dan sebaliknya apabila latar belakang  ekonomi orang tua kecil atau lemah  kepada sswa maka akan  berdampak terhadap motivasi belajar siswa juga lemah atau kecil sehingga adanya pengaruh terhadap prestasi belajar ssa disekolah, sehingga adanya korelasi yang kuat  hubungan antara  latar belakang  ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di SDN Empang 3  Kota Bogor
C.  Pengajuan Hipotesis
                  Berdasarkan pada landasan  teori dan kerangka berpikir, maka penulis mengajukan hipotesis bahwa diduga “Terdapat hubungan antara  latar belakang  ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di SDN Empang 3  Kota Bogor”



[1] Sadiman, Arief. dkk. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.  Jakarta. Penerbit: RajaGrafindo Persada, 2009
[2] Robbins, Pemahaman dan Kemampuan  (Jakarta, Pustaka, 2000) h.46
[3] Keit Davis, Mangkunegara (Jogyuakarta, Cipta sejahtera, 2000)h.67
[4] M. Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan. (Bandung : Remaja Rosda Karya. 1999) h.125
[5] M Ngalim Purwanto Ibid. p.86-87
[6] Thomas Amstrong. (2004). Membangkitkan Bakat Alami Kejeniusan Anak Anda. (Batam : Interaksara) h.73-74

[7] Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum.( Yogyakarta : Andi Offset , 1997) h.45
[8] W.A. Gerungan. Psikologi Sosisal. (Bandung : PT Eresco.1991) h. 181
[9] Ibid. h. 182
[10] Ibid. h. 183
[11] Ibid h. 187
[12] Soemanto, Tingkah laku (Jakarta, Erlangga, 2004) h.120
[13] Monks dan Knoers,  berpikir  (jakarta Cipta Karya, 2002) h 26
[14] Ika Kartika, dkk, Materi Orientasi Tutor/Penyelenggara Keaksaraan Fungsional, Kerjasama PWNU Jawa Barat dengan LPPM UNINUS Bandung, (Bandung,Nusantara Press, 2006) h.77
[15] Ika Kartika, dkk, Materi Orientasi Tutor/Penyelenggara Keaksaraan Fungsional, Kerjasama PWNU Jawa Barat dengan LPPM UNINUS Bandung, (Bandung : 2006) h.77
[16] Ibid, h.78
[17] Ibid, h.78

[18] W.P.Napitupulu, Status Guru (Jakarta,  Depdiknas, 2004) h.3
[19] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional , (Jakarta: 2004)
[20] Ibid h 20
[21] Almond, Gabriel A., Verba, Sidney.(1984). Budaya Politik (Judul Asli : The Civic Culture), Diterjemahkan Oleh Sahat Simamora. Jakarta : Bina Aksara.
[22] Ibid h 5
[23] Cholisin.(2004a). Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan, dalam Jurnal Civics : Media Kajian Kewarganegaraan, Volume 1, Nomor 1, Juni 2004. Yogyakarta : Jurusan PPKn FIS UNY